Senin, 17 September 2012

Jakarta

17/09/2012 00:07
Liputan6.com, Jakarta: Bait demi bait lagu Berkacalah Jakarta karya Iwan Fals pada 28 tahun silam mengingatkan warga betapa cepatnya pembangunan Ibu Kota. Padahal, ketika itu lalu-lintas Jakarta jauh lebih lengang, tak seruwet seperti sekarang.
Namun, apalah arti suara dan kegelisahan seniman. Lagu hanya sebatas tembang, sebab segala tetek-bengek kebijakan kota adalah tanggung jawab orang nomor satu di Ibu Kota. Jakarta ibarat berandal yang tak pernah mau dengar nasihat dan menciptakan banyak ruang yang penuh kekeliruan.
Sejak awal berdiri Jakarta memang sudah sarat masalah. Dari sejarah pembentukan yang simpang siur sampai penataan yang gelagapan oleh petinggi pemerintahan membuat roda pembangunan banyak salah arah ketimbang yang benar. Kawasan Menteng, Jakarta Pusat dan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang awalnya ditata untuk permukiman kini lebih mirip etalase belanja kaum jetset. Banyak izin mal raksasa yang hadir tanpa melihat kerapihan tata ruang. Bahkan, tak sedikit pula bangunan bersejarah yang tak diurus atau raib.
Setengah abad berlalu dari sebuah bandar kecil bernama Kalapa di Muara Sungai Ciliwung makna metropolis cuma keren di atas kertas. Rawa dan hutan yang hilang berubah menjadi hamparan aspal dan pencakar langit. Hal ini tak serta merta membuat penghuninya nyaman. Macet menjadi menu sehari-hari dengan lauk banjir di musim hujan. Hampir 25 juta penduduk yang hidup di Jakarta seakan mati rasa dengan kota yang mau tak mau harus ditempati. Sebab di sinilah uang berputar dengan kecepatan tinggi.
Jakarta menjadi saksi sejarah bagi dunia yang terperangah ketika Soekarno-Hatta mengumandangkan kemerdekaan. Dari Ibu Kota pulalah niat bangsa ini berdiri di atas kaki sendiri terlontar. Saat itu Jakarta larut dalam euforia kegembiraan yang menjalar ke pelosok Tanah Air. Seketika itu pula kota besar ini menjadi barometer titik balik pembangunan mulai 1950-an.
Pascamerdeka dari belenggu penjajah, empat orang memimpin Jakarta di era 1945 hingga 1960. Mereka adalah Raden Suwiryo, Da'an Yahya, Syamsu Rijal, dan Sudiro. Da'an Yahya sempat ditunjuk menjabat Gubernur Militer Jakarta (1948-1950) ketika pemerintahan pindah ke Yogyakarta. Sedangkan tiga nama lain adalah pemangku jabatan wali kota.
Mulai tahun 1960, Dokter Soemarno Sosroatmodjo memimpin Ibu Kota dengan sebutan resmi Gubernur Jakarta. Sumarno diangkat Presiden Soekarno dalam dua periode, yang diselingi masa kepemimpinan Henk Ngantung di tahun 1964-1965. Saat kepemimpinan Soemarno dan Henk Ngantung Monumen Nasional dan Patung Selamat Datang dibangun
Soemarno kemudian digantikan Ali Sadikin yang kepemimpinannya fenomenal. Di bawah kepemimpinan Bang Ali, Jakarta berada pada masa keemasan. Taman Ismail Marzuki, pusat kebudayaan Betawi di Condet, dan Kebun Binatang Ragunan adalah bentuk konkret peninggalan Ali Sadikin.
Ali Sadikin tak cuma memberi sentuhan fisik. Ia juga memberi sentuhan jiwa dan identitas dengan membuat cikal bakal Pekan Raya Jakarta dan diikuti Pemilihan Abang-None Jakarta. Sosok letnan jenderal Angkatan Laut yang dikenal kepala batu ini memimpin Jakarta dua periode dari tahun 1966-1977.
Setelah Bang Ali, Jakarta tak pernah berhenti bersolek. Tjokropranolo, Raden Suprapto, Wiyogo Atmodarminto, Soerjadi Soedirdja, Sutiyoso, Fauzi Bowo, silih berganti menduduki kursi nomor satu di Ibu Kota.
Dari sejumlah gubernur, Jakarta pernah ditangani sosok berlatar belakang seniman yakni Hendrik Hermanus Joel Ngantung alias Henk Ngantung pada 1964-1965. Istri Henk Ngantung, Evie Memessa, menuturkan penunjukkan Presiden Soekarno disebabkan sang suami kerap mengabadikan peristiwa bersejarah seperti Perundingan Linggarjati dan Renville dalam bentuk lukisan. Menurutnya, inilah yang membuat sang presiden kagum.
Bung Karno percaya Henk bisa meramu Jakarta dengan sentuhan budaya. Bakat artistik yang dimiliki Henk dianggap cocok untuk merealisasikan keinginan Bung Karno yang menginginkan Jakarta punya identitas seni. Sketsa Tugu Selamat Datang dan lambang kesatuan Kostrad adalah karya monumental Henk Ngantung. Meski keyakinan Henk sebagai pemeluk Nasrani tak membuat bara SARA meletup. Itulah sebabnya Henk identik dengan ikon kemajemukan Jakarta.
Namun, riwayat kepemimpinan Henk tamat menyusul peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) atau G30S-PKI. Jejaknya sebagai pelukis dan kedekatannya dengan Soekarno membuat Henk dituding terlibat dalam Gerakan Seniman Lekra. Namun, tudingan ini dibantah Evie yang menyatakan Henk bukan anggota Lekra.
Predikat sebagai Ibu Kota menjadikan Jakarta kasta tertinggi dari seluruh kota di tanah air. Tapi tak seperti sosok ibu yang bisa menyayangi segala macam jenis manusia, Jakarta malah melahirkan kontras kehidupan dengan identitas kaya dan miskin yang begitu jomplang.
Gelombang kaun urban yang ke Jakarta pun ibarat bermain judi sebab yang berlaku adalah hukum rimba. Yang tak kuat lebih baik pulang kampung kalau tak punya nyali berani melarat. Kesenjangan sosial terlihat dengan hadirnya sederat gedung pencakar langit yang bersisian dengan gerbong hunian kaum pinggiran. Termasuk, mereka yang selalu gemetar hidup di pinggir rel kereta api.
Pemanfaatan tata ruang menjadi penyakit Jakarta. Gubernur silih berganti, namun yang berkembang hanyalah jalan dan bangunan di wilayah penampung banjir. Jutaan kendaraan yang berseliweran tak pelak membuat kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari. Alhasil, banyak warga Jakarta dan sekitarnya menghabiskan sisa usia di jalan.
Pemerintah DKI Jakarta berupaya mengatasinya dengan berbagai solusi. Mulai dari sistem three in one yakni satu mobil minimal harus diisi tiga orang bila melintasi jalan protokol, pengadaan busway sampai rencana pembangunan proyek Mass Rapid Transit atau MRT. Rumitnya sistem transportasi disebabkan banyak warga Jakarta yang tergantung pada kendaraan pribadi. Di sisi lain sistem angkutan umum yang manusiawi juga jauh dari harapan.
Mengatasi masalah ini tentu tidak semudah membalik telapak tangan, terlebih lagi hanya mengandalkan kebijakan satu atau dua gubernur. Ironisnya, mereka yang biasanya sibuk mendadak perhatian terhadap warga saat menjelang pemilihan.(ADI/ADO)
Pilkada dki, jakartabaru, jokowi
Powered by Telkomsel BlackBerry®